Serangan "Quarter Life Crisis" Pada Generasi Millennial di Masa Pandemi

    Quarter life crisis merupakan salah satu perbincangan yang cukup hangat di kalangan generasi millennial saat ini. Sebagai salah satu dari para generasi millennial tersebut, akupun merasakan hal yang serupa, begitupun dengan lingkup pertemanan yang ada saat ini. Tapi sebelumnya, udah pada tahukan apa itu quarter life crisis? dan kenapa sih disini kok aku tulisnya serangan? Okee biar tulisan ini tidak menjadi ngalor-ngidul, kita definisikan secara garis besar terlebih dahulu yuk arti dari quarter life crisis  dan generasi millennial tersebut. Sebenarnya, cukup sulit  untuk mendefinisikan artinya secara harfiah karena banyak pendapat yang mengartikan quarter life crisis  secara berbeda-beda menurut pandangan masing-masing tentunya. Akan tetapi, dari sebegitu banyaknya pendapat terkait quarter life crisis, aku tarik aja ya kesimpulannya secara garis besar. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia,  maka quarter life crisis dapat diartikan sebagai krisis pada usia seperempat abad. Nah seperempat abad ini sendiri, tidak hanya di definisikan diusia 25 tahun saja, melainkan berkisaran antara usia 18-30 tahun. Krisis yang dimaksud dalam istilah quarter life crisis adalah suatu kekhawatiran, kegalauan dan keabu-abuan akan kehidupan di masa depan. 

    Selain itu, untuk definisi generasi millennial atau generasi Y itu sendiri juga ada beberapa pendapat berbeda mengenai rentang waktu awal dan berakhirnya untuk generasi ini. Namun, definisi yang cukup umum untuk mengartikan generasi millennial ini yaitu berawal pada tahun 1980-an , dan berakhir pada pertengahan 1990-an hingga awal 2000an. Jadi, buat kalian nih yang termasuk kelahiran 1990-an hingga awal 2000-an, maka kalian termasuk juga aku  adalah generasi millennial yang dapat diartikan sedang dalam fase quarter life crisis  dalam hidupnya. Apakah kalian tergolong generasi millenial juga? dan kalian merasakan juga gak sih kalau saat ini terkadang kalian merasa kehilangan arah tujuan hidup?

    Sebenarnya banyak sekali faktor yang mempengaruhi quarter life crisis yang dialami para generasi millennial saat ini, ditambah lagi kondisi pandemi yang sudah berjalan hampir setahun belakangan ini. Haduh, pasti terasa berat sekali ya hidup ini? Gapapa, wajar kok jika kita merasakan lelah akan kehidupan yang sedang berjalan saat ini. Aku yakin banget bahwa banyak sekali dari kita generasi millennial yang sedang mengalami masa-masa yang cukup berat. Faktor yang mendukung  quarter life crisis  ini sendiri juga cukup bervariasi, mulai dari masalah percintaan, masalah karir, masalah keluarga, pun masalah pertemanan. 
   
    Kalau membahas mesalah percintaan, pasti akan berujung pada kata "menikah", apalagi untuk generasi millennial yang sudah memasuki usia 25 tahun. Seperti yang kita ketahui bahwa "budaya" di negara kita ini mengartikan bahwa  25 tahun adalah usia yang sudah cukup matang untuk memasuki mahligai rumah tangga. Waduh, bener gak sih? Jujur ya, kalau menurutku sendiri sih untuk sebuah pernikahan itu gak bisa di tentukan dari usia sih ya, tapi dari kesiapan kedua belah pihak. Tapi, karena budaya kita yang mengatakan hal berbeda, jadilah istilah pernikahan ini menjadi salah satu topik yang cukup hangat dalam quarter life crisis  yang dialami oleh generasi millennial saat ini. Gak dipungkiri, desakan dari keluarga mungkin yang mempengaruhi quarter life crisis seseorang makin menjadi, karena disisi lain bisa jadi seseorang tersebut belum menemukan seseorang yang tepat. Desakan eksternal ini sebenarnya secara tidak langsung membuat generasi millennial menjadi semakin merasa khawatir, bagaimana kelak ia akan menemukan orang yang tepat? kapan ia akan dapat menikah? bahkan bisa jadi justru semakin rumit lagi, bagaimana kondisi keuangan untuk rencana pernikahan? Wah, makin berat ya ternyata , gak cuma masalah percintaan aja, karena pasti akan bersangkutan juga dengan kehidupan finansial.

    Iyess betul, memang pernikahan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan finansial. Jadilah faktor finansial dan karir ini juga menjadi salah satu faktor yang cukup mendukung quarter life crisis  yang dialami para generasi millennial saat ini, apalagi dimasa pandemi yang entah kapan akan berakhirnya. Karir dan finansial menjadi salah satu hal yang sangat merasakan dampak dari adanya pandemi ini, khususnya lagi buat para generasi millennial yang baru saja memasuki dunia kerja. Makin menjadi deh quarter life crisis  yang dialami oleh generasi millennial ini. Semenjak pandemi melanda, roda perekonomian semua negara hampir mengalami kelumpuhan, bagaimana tidak, hampir semua sektor harus berhenti beroperasi, tentunya kecuali sektor di bidang kesehatan dan pangan ya. Dengan hampir melumpuhnya perekonomian , ini berdampak sekali dalam dunia pekerjaan. Selain sulitnya mencari kerja, yang sudah bekerjapun terancam kehilangan pekerjaannya karena pandemi ini. Eh, bukan terancam lagi, justrubanyak sekali yang sudah kehilangan pekerjaannya atau hanya sekedar dipotong gajinya hingga 50%. Untuk para generasi millennial yang baru saja memasuki dunia kerja, ini pasti terasa amat sangat berat dijalani. Bagaimana tidak, baru saja memasuki dunia kerja dengan sejuta rencana dan harapan kedepannya, eh semuanya harus tersendat seketika diluar rencana. Dengan demikian, quarter life crisis  yang dialami generasi millennial semakin menjadi-jadi, bahkan mungkin ada yang hingga merasakan kehilangan arah tujuan hidupnya. Mulai berpikir-pikir, apa tujuan hidupnya sebenarnya? Pekerjaan macam apa yang sebenarnya ingin digapainya? Mempertahankan obsesi dan ego atau mengikuti hati nuraninya dalam mencari pekerjaan kedepannya? dan lain sebagainya. Pasti banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar karir dan finansial yang berkunang-kunang dalam benak para generasi millennial saat ini.    

    Eits, tapi jangan salah juga, untuk para generasi yang tergolong generasi millennial yang sudah menikah dan mempunyai pekerjaan tetap, belum tentu juga lho mereka tidak mengalami quarter life crisis. Kenapa? Karena bisa saja pekerjaan yang dijalaninya saat ini membuatnya lelah, tidak nyaman sehingga menimbulkan pertanyaan dalam benak mereka apakah ini pekerjaan yang akan terus dijalaninya hingga dimasa depan? Apakah dengan terus menurus bekerja seperti ini akan membuatnya bahagia atau justru sebaliknya? Apakah keputusan menikah diusia saat ini dengan pekerjaan dan kondisi finansial yang belum kokok akan tidak menjadi masalah dimasa depan? Atau untuk yang sudah punya pekerjaan tetap bisa saja mengalami krisis masalah percintaan pun sebaliknya yang sudah menikah justru mengalami krisis finansial karena karir atau pekerjaan yang belum pasti padahal ada keluarga yang harus terus di nafkahi? Berbagai pertanyaan-pertanyaan dilema tersebut mungkin saja muncul dalam benak para generasi millennial yang sudah menikah dan punya pekerjaan tetap saat ini. Oleh karena itu, quarter life crisis  ini dapat saja menyerang siapun apalagi diusia para generasi millennial saat ini. Kekhawatiran dan ketidakpastiannya masa depan dengan kondisi pandemi yang sedang melanda, sepertinya semakin menimbulkan serangan quarter life crisis  yang cukup sulit terkendali. Masa depan yang terlihat semakin abu-abu, bahkan dilema mengambil keputusan untuk langkah-langkah  kedepannya. 

    Aku yakin sih, sebagian besar dari generasi millennial pasti mengalami masa-masa yang tidak mudah karena quarter life crisis di tengah pandemi ini. Oleh karena itu, apapun yang aku, kamu dan kita hadapi saat ini, percayalah kita enggak sendirian, karena sebagian dari kita sedang mengalami krisis yang sama sekalipun faktor pendukungnya yang berbeda-beda. Dari sekian banyaknya dilema yang sedang dihadapi, selipkan rasa syukur diantaranya, biar kita tetap waras ya para pejuang quarter life crisis! See you in the next chapter of quarter life crisis story 💗

Comments

Popular posts from this blog

Ketangkep Petugas Mumbai Suburban Railway (Kereta Api) di Mumbai

Ubud Surganya Bule eh Bali Maksudnya

Keseruan Rafting di Ubud Bersama Para Bule dan Menjadi Minoritas