Pengalaman Menjadi Minoritas di Salah Satu Kota Kecil Eropa Timur

Pernah gak sih kalian berada di suatu wilayah dan kalian menjadi minoritas di wilayah tersebut ? Pasti tidak mudah tentunya, karena banyak penyesuaian yang harus dilakukan. Belum lagi ketika menjadi minoritas ada kalanya kita merasa sendiri.

Waktu itu, musim panas 2017 ketika gue sedang menjalankan program magang di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di salah satu negara Balkan, yaitu Bulgaria. Gue yakin banget, nama negara itu cukup asing di telinga orang Indonesia karena emang negara ini termasuk salah satu  negara under-rated untuk tujuan destinasi wisata bagi masyarakat kita. Nah, melalui tulisan ini dan upcoming  tulisan gue bakal mengulik tentang Bulgaria agar masyarakat kita tahu bahwa Eropa itu tidak sekedar negara-negara maju seperti Perancis, Jerman, Belanda dan sebagainya. 

Kala itu, disela-sela program magang, setiap weekend gue selalu berusahan untuk tetap produktif jalan-jalan hehe why ? kok magang produktifnya malah jalan-jalan sih bukannya kerja ? lho iya dong, anak HI itu kan belajar mengenai diplomasi, dan diplomasi itu ruang lipkupnya luas, tidak hanya stay di kantor . Diplomasi sendiri dilakukan untuk membangun citra suatu negara di mata negara-negara lain (tidak hanya pemerintah tetapi masyarakat negara lain). Dan saat ini yang bisa berdiplomasi itu tidak hanya sekedar para pejabat politik, karena diplomasi pun bisa dilakukan oleh kita sebagai masyarakat pada umumnya, yaitu salah satunya dengan mempromosikan budaya kita ketika kita bertemu dengan orang asing agar mereka lebih terbuka mengenai keberadaan dan budaya Indonesia. Dan, ini kenapa gue suka travelling, karena gue bakalan ketemu orang - orang baru dari negara lain dan gue bisa berbagi cerita mengenai negara tercinta gue, yaitu Indonesia. Eh, kok gue jadi kayak lagi mengisi perkuliahan kelas diplomasi sih haha 

Okey, gue lanjutin aja ya, jadi selama program magang 5 minggu yang gue jalani, artinya gue punya 5 weekend untuk explore negara tersebut dan 5 weekend itu gue manfaatin untuk pergi ke kota yang berbeda, nah salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah saat gue pergi ke kota kecil bernama Kosti. Saat itu gue magang emang bersama 3 temen gue lainnya, namun pada minggu itu gue khususkan untuk  travelling sendiri. Sebenernya, pada minggu itu juga ada acara festival film internasional yang diadakan diluar kota Sofia (Ibu Kota Bulgaria) dan gue ditawarkan mau atau enggak join. Jujur sebenernya gue cukup menyesal karena gue gak mengikuti salah satu bentuk diplomasi budaya Indonesia melalui festival film, dan pastinya gue nyesel karena gue melewatkan moment melewati red carpet pada acara tersebut  hahah tapi, apa yang sudah berlalu biarlah berlalu, toh pengalaman solo travelling gue kali inipun gak kalah menarik hehe.

Well, kenapa sih gue lebih memilih untuk solo travelling pada waktu itu? dan kenapa sih gue pilih kota terpencil yang bahkan staf KBRI Sofia pun belum pernah ke kota kecil itu ? Ceritanya cukup panjang, di kota kecil itu ada satu keluarga yang harus gue temui. Kalian pernah baca cerita gue yang ada di link ini click here ? Yaps, salah satu orang yang pernah gue host selama sebulan dirumah gue yaitu Deni, dia berasal dari kota kecil ini, yaitu Kosti. Gue pernah janji sama dia kalau suatu hari nanti gue bakalan gantian main kerumahnya dan ketemu keluarganya , dan alhamdulillah janji itu bisa gue tepati pada musim panas 2017 lalu. 

Singkat cerita, sebelum ke kota kecil Kosti, gue pergi dulu ke kota Burgas dan waktu itu gue di antar sama salah dua staf KBRI Sofia yaitu mas Bram dan Papi Yanto karena mereka mau pergi ke festival film internasional di kota Varna yang itu juga melewati kota Burgas. Alhamdulillah banget karena di anterin, gue jadi bisa sedikit menekan biaya travelling gue #ehh jujur banget hehe.  Sesampainya di Burgas gue bertemu dengan adiknya Deni , yaitu Rali dan bapaknya. Gue harus pergi ke Burgas dulu karena  Rali tinggal di Burgas dan untuk pergi ke kota kecil Kosti gak ada transportasi umum, jadi itu kenapa bapaknya Deni dan Rali harus jemput gue (ngerepotin amat sih lo vin). Pasti pada bertanya kenapa yang jemput gue bukan Deni langsung , padahal yang gue kenalkan Deni ? yaps, karena Deni waktu itu sedang tinggal dan kerja di Chili, jadilah gue dijemput sama adik dan bapaknya. Gak lama kemudian, setelah gue berkenalan dan bercengkrama dengan mereka berdua, gue langsung cus pergi ke Kosti. Kosti ini adalah kota terpencil dan penduduknya hampir semuanya manula, dan wilayah ini agak sedikit ramai hanya  ketika musim panas atau ketika hendak natalan karena anak-anak para manula tersebut mengunjungi mereka . Jadi, anggaplah kosti ini hometown untuk mudik. Dan rumah di kota ini tua-tua seperti orang-orang yang tinggal disana  dan banyak rumah yang sengaja di tinggal dan tidak terurus akhinya rusak dan mungkin berhantu.

Pada saat itu sesampainya di Kosti setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari Burgas, gue agak syok karena kota kecil ini sepi banget, gak ada penduduk berkeliaran di jalan (kalau adapun bisa dihitung pakek jari) ataupun kendaraan yang lewat dan wilayahnya pun seperti berada di tengah-tengah hutan dan dikelilingi pegunungan. 

welcome to Kosti

Sesampainya disana, gue langsung dipeluk dan disambut dengan sangat hangat sama ibunya Deni dan Rali. Gue terharu banget walaupun gue minoritas, beda sendiri secara fisik, berhijab, kulit yan eksotis dan badan mungil tapi mereka welcome banget dengan keberadaan gue, bahkan sesampainya disana gue langsung di suruh makan di restorannya mereka. Dan you know what ? Sebelum gue dateng ternyata mereka udah survei terlebih dahulu tentang makanan orang Indonesia dan mereka sesuaikan dengan budaya gue. Mereka gak kasih gue daging babi, melainkan gue disuguhin ikan bakar, ada nasi juga (padahal mereka jarang banget namanya makan nasi) karena mereka tau orang Indonesia selalu makan nasi, dan gue disuguhin es teh juga dong walaupun es teh botolan Nestea, karena Deni cerita ke orang tuanya kalau gue hobi banget minum es teh. Terharu banget gak sih lo kalau di sambut dengan begitu hangatnya (kalau cerita tentang ini gue jadi pengen nangis huhu ) ๐Ÿ˜ญ. 

nasi, ikan bakar, telur goreng dan jamur, kayak makanan Indonesia bangetkan ? 

dan merekapun sediain dessert creme pudding dan es teh haha

Gak cuma sampai disitu, itu baru makan siang ya, malemnya gue disuguhin makanan yang berbeda lagi dan FYI aja guys, porsi makan bule itu gede banget. Gue bukan bermaksud gak sopan pada waktu itu, cuma ada kejadian waktu itu yang memalukan dimana gue yang gak bisa makan sekaligus banyak-banyak, perut gue begah banget waktu itu, ditambah hawa malam yang dingin menusuk, jadilah perut gue kembung dan kalian tahu apa? gue muntah dong sangking memaksakan untuk menghabiskan makanannya hiks gue merasa berdosa banget sih ini karena  gak sopan banget huhu andai aja waktu bisa di putar kembali. 

Setelah makan malam, dan waktu itu pas banget cuacanya dingin banget menurut gue yang orang tropis, kebetulan gue emang bawa wedang jahe instan dari Indonesia untuk gue kasih ke merena, dan sebagai warga negara yang baik dan ingin ikut serta mempromosikan minuman khas Indonesia, gue seduhin langsung itu wedang jahe instan buat mereka coba. Gue bilanglah kalau jahe ini berfungsi buat menghangatkan tubuh dalam cuaca dingin apalagi di Eropa, mereka sih bilangnya enak, cuma gak tau juga ya, wedang jahe itu cocok apa enggak di lidah mereka hahaha 

ini makan malam yang mereka sajikan, stik ayamnya gede banget , dan inilah  mereka keluarga yang ramah banget ๐Ÿงก

Setelah melewati momen hari pertama tersebut, keesokan harinya gue mulai explore kota kecil itu.  Tapi sebelumnya , gue diajak sarapan khas Bulgaria yaitu dengan Banitsa, jadi berasa orang lokal banget nih heheh setelah sarapan gue diajak main kerumah neneknya, mampir ke gereja tertua yang ada di sana dan main di taman tengah kota (tamannya cuma seberang restoran mereka sih haha). 

 Banitsa sarapan khas orang lokal

penampakan di dalam gereja orthodok tertua di Kosti


Foto barsama penjaga gereja setempat, ini sih cukup menarik menurut gue, awalnya gue pikir mereka gak akan ngebolehin gue masuk untuk sekedar liat-liat karena gue pikir kota itukan gak pernah didatangin oleh orang asing apa lagi orang Asia muslim macam gue, jadi gue pikir mereka konservatif . Tapi, nyatanya gue diterima dengan baik dong dan si ibu penjaga gereja itu ramah banget seperti yang kalian liat di foto. Gue pun sempat ngobrol sama si ibu melalui Rali sang interpreter karena si ibu gak bisa bahasa inggris. Bahagia banget gak sih lu sebagai seorang muslim bisa menunjukkan balik bahwa muslim itu terbuka , gak konservatif, ramah dan bertoleransi. Ini momen langka yang akan selalu gue kenang. Setelah gue diperkenankan untuk muter-muter gereja bahkan sampai ke loteng bel nya, gue diajak untuk mengunjungi neneknya Rali.

Ini Rali dan Granny dirumahnya Granny

Meskipun lack of communication  sama si nenek karena kendala bahasa dan pada awalnya si nenek kaget kok ada orang asing tiba-tiba datang kerumahnya, tapi gue di sambut juga dengan sangat hangat, dan saat duduk langsung di mejanya gue disuguhin berbagai macam makanan yang ada di rumahnya, bahkan ada daging babi haha tapi jelas dong gak gue makan dan gue tolak dengan sangat halus, dan alhamdulillah di mengerti berkat Rali yang menjelaskan ke neneknya hehe

Dan ada lagi momen yang kalau diinget-inget kadang bikin sakit hati tapi juga lucu. Karena waktu itu gue pakek jilbab ungu dan jilbabnya gue lilit kebelakang karena peniti gue satu-satunya ilang dan rali gak punya namanya peniti dan juga gue gak tau gimana caranya lagi  buat mengaitkan kerudung gue, jadilah gue lilit kebelakang. Gara-gara itu, ketika gue melewati taman, ada beberapa gerombolan anak-anak remaja, dan ada seorang lelaki remaja yang ngomongin gue dalam bahasa Bulgaria. Kok gue tau di omongin ? ya taulah insting gue kan kuat hahah becanda, karena dia ngomong ke arah gue pas lewat taman itu dan dia nanya ke Rali. Dan gue tanya balik dong ke Rali apa yang diomongin, dan si lelaki remaja beserta gerombolannya ngetawain  dan ngomongin gue, kalau gue itu kayak..................Marsha dalam film Marsha and The Bear, kenapa ? karena gue pakek jilbab ungu dan badan gue yang mungil ini dibandingin mereka orang eropa yang tinggi-tinggi , sedangkan rali tinggi banget, jadilah gue Marsha dan Rali bear nya, ngakak banget gaks sih? ๐Ÿคฃ gue agak sakit hati sedikit sih sebenernya karena secara gak langsung gue diolok-olok karena badan gue mungil (body shaming dong?), tapi disisi lain gue ketawa juga  kok bisa-bisanya itu orang kepikiran gue kayak Marsha hahhaha

Anggaplah hal itu ice breaking dan angin lalu. Oh iya, sebagai anak HI dan gue demen banget nih berbagi kebudayaan gue kepada orang-orang asing, sebelum gue pergi gue juga udah mempersiapkan berbagai cinderamata yang akan gue kasih, dan gue bawa wayang kulit pada waktu itu  dan mereka suka banget waktu gue kasih wayang kulit itu, karena emang disana gak ada dan hal kecil macam itu menurut mereka unik. 

Jadi, untuk berdiplomasi itu gak sulit dong? Ketika kalian travelling, gak ada salahnya juga untuk mencoba stay with locals and share each others' cultures. Ini diplomasi caraku, kalau aku bisa, kenapa kamu tidak ? ๐Ÿ˜„

Comments

Popular posts from this blog

Ketangkep Petugas Mumbai Suburban Railway (Kereta Api) di Mumbai

Ubud Surganya Bule eh Bali Maksudnya

Keseruan Rafting di Ubud Bersama Para Bule dan Menjadi Minoritas