Langkah Awal Menjalani Gaya Hidup Minimalis - Decluttering

   
"Sebenarnya, orang-orang itu gak peduli lho kamu mau menggunakan pakaian apa, kamu mau terlihat seperti apa, kamu mau menggunakan baju yang sama juga mereka gak perduli. Lalu, buat apa menghabiskan banyak energi untuk memilih pakaian hanya demi mengesankan mata manusia?"
    
    Dalam mengambil langkah awal untuk melakukan suatu hal, tentunya akan berbeda-beda bagi setiap orang, begitupun dengan langkah awal menjalani gaya hidup minimalis. Namun, pada umumnya ketika seseorang telah memutuskan untuk belajar dan berproses untuk mengubah gaya hidup menjadi minimalis, selain mengubah mindsetnya, maka aksi pertama yang akan dilakukan adalah decluttering isi lemari. Yang di maksud dengan decluttering disini adalah membereskan dengan mengurangi barang-barang yang tidak digunakan lagi. Aku sendiri ketika sudah memantapkan diri dan mengubah mindset, aksi pertama yang aku lakuin sama dengan orang-orang pada umumnya yaitu decluttering isi lemariku. 
    Sebenarnya sih, pakaian yang aku punya juga gak banyak-banyak amat kalau di bandingin dengan orang-orang metropolitan sejati yang sangat memperdulikan penampilan. Lagian, pakaian-pakaianku juga enggak yang mahal dan branded, bahkan sebagian adalah pakaian hasil kalap thrifting hahah tapi nyatanya tetap aja, pakaian yang aku punya ternyata melebih yang sebenarnya aku butuhkan untuk keseharian dan ke kantor. 
    Waktu itu sekitar pertengahan tahun 2020, dimana aku mulai declutter  isi lemariku. Tapi, sebelum aku benar-benar declutter, aku udah nonton dulu beberapa vlog terkait gaya hidup minimalis dan baca bukunya Francine Jay yang berjudul "Seni Hidup Minimalis", ada yang sudah baca bukunya juga? Dan dari situ aku tau bahwa dalam declutter isi lemari itu ada seninya, jadi gak asal-asalan doang. Yang pertama, aku keluarin tuh semua pakaian sampai jilbab yang aku punya dari lemari, aku pilah-pilih dengan mengkategorikan mana yang paling sering digunakan, yang kadang digunakan, dan yang paling jarang digunakan. Dari ketiga ketegori tersebut, ternyata pakaian yang masuk kategori "paling jarang digunakan" cukup banyak, dan tentunya pakaian-pakaian tersebut auto masuk kardus untuk dikasih ke yang membutuhkan, tanpa mikir panjang apakah harus dipertimbangkan untuk masuk kembali  ke lemari. 
    Sedangkan untuk pakaian yang masuk kategori kadang digunakan, tentunya gak asal aku singkirkan juga dari lemari, karena masih dipertimbangkan apakah dia layak untuk dimasukkan kembali ke dalam lemari? Tapi dengan berbagai pertimbangan nih, apakah pakaian ini pasti akan aku gunakan? apakah aku benar-benar butuh pakaian ini? dan tentunya yang terpenting, apakah pakaian ini akan nyaman untuk sering aku gunakan? Dengan berbagai pertimbangan tersebut, jadilah sebagian besar dari pakaian yang termasuk dalam kategori tersebut hanya tersisa setengah yang akan masuk kembali ke dalam lemari dan sisanya tentu saja harus disumbangkan. 
    Dari proses decluttering tersebut, hasilnya lemariku isinya benar-benar hanya tersisa setengahnya dari yang sebelumnya. Lalu, pasti pada bertanya-tanya, gimana sih rasanya ketika harus merelakan setengah dari isi lemarinya? Jujur, saat itu yang aku rasa bukannya sedih, enggak sama sekali. Justru yang aku rasain kepuasan. Kok bisa puas? Well, akupun bingung bagaimana menjelaskannya haha tapi rasanya itu seperti sebagian beban dalam hidup telah terbebas. Karena pada dasarnya, ketika kita memiliki banyak barang, maka kita akan membutuhkan waktu lebih untuk merawatnya, merasa memiliki keterikatan dengan barang tersebut. Jika kita merasa memiliki keterikatan dengan banyak barang, maka secara tidak langsung kita akan selalu memikirkannya, bukan begitu? Selain itu, coba bayangkan, ketika kita mau pergi main, ke kantor atau kemanapun, dengan memiliki pakaian yang menumpuk banyak di lemari, pastinya kita akan bingung pakaian mana yang akan digunakan, bukan begitu? Dengan kebingungan tersebut, tentunya akan memakan waktu lebih dalam memilih mana yang akan digunakan, bukankah ini sangat tidak efisien waktu? 
    Dari berbagai pertimbangan tersebut dan setelah memiliki segelintir pakaian dilemari, setidaknya aku gak pusing lagi setiap akan keluar rumah mau menggunakan pakaian yang mana. Karena, sebenarnya, orang-orang itu gak peduli lho kamu mau menggunakan pakaian apa, kamu mau terlihat seperti apa, kamu mau menggunakan baju yang sama juga mereka gak perduli. Lalu, buat apa menghabiskan banyak energi untuk memilih pakaian hanya demi mengesankan mata manusia?
  Dengan belajar gaya hidup minimalis, kita tidak hanya menjadi lebih bijak dalam mengelola keuangan, tapi kita juga jadi lebih bijak dalam menggunakan energi dan waktu kita agar lebih efisien dan bermanfaat untuk hal yang memang lebih penting. Oh iya, sampai lupa, perihal pakaian dalam hidup minimalis tidak sampai disitu. Ada satu seni lagi yang harus diterapkan jika benar-benar ingin belajar gaya hidup minimalis, yaitu seni dalam membeli baju baru. 
    Eits, belajar gaya hidup minimalis bukan berarti gak pernah beli baju baru ya. Membeli baju baru itu wajar kok, apalagi kalau yang dipunya sudah lusuh dan tidak layak digunakan. Tapi, ada seninya, yaitu ketika membeli satu pakaian, pastikan kamu harus mengeluarkan dari lemari satu pakaian yang memiliki nilai serupa. Jadi, satu barang masuk, dan satu barang keluar. Kenapa begitu? Tentu dong harus begitu, kalau tidak ada yang dikeluarkan dari lemari, nanti jadinya pakaian di lemari akan menumpuk lagi, gagal dong belajar gaya hidup minimalisnya heheh Tapi, biasanya ketika sudah memutuskan untuk belajar gaya hidup minimalis, seseorang akan sangat mempertimbangkan kapan akan membeli baju baru dan biasanya baru membeli ketika benar-benar membutuhkan, bukan hanya sekedar keinginan karena nafsu mata sesaat. Itu mengapa, biasanya juga orang-orang minimalis ini baru membeli baju dengan periode waktu tertentu. 
    Sedikit cerita, sebagai freshgrad  yang baru merasakan menghasilkan uang sendiri, aku dulu setiap bulan setelah gajian selalu beli baju, baik itu baju baru maupun baju hasil thrifting  dan suka kalap. Kebayang gak, gimana menumpuknya bajuku dulu ketika setiap bulan selalu beli baju dan itu minimal 2 pcs, padahal kenyataannya aku sendiri emang gak butuh banget dan banyak dari baju-baju itu malah sangat jarang aku gunakan, jadi hanya berakhir menumpuk dilemari. But thanks God aku mulai terilhami untuk belajar menjadi minimalis, dan sejak saat itu aku mulai jarang beli baju, dan baru beli jika memang aku butuh banget dan tentunya dengan menerapkan seni dalam membeli baju yaa. Keuntungannya? banyak banget sih yang aku rasain, selain lebih hemat dan bijak dalam mengelola keuangan, pastinya aku juga jadi belajar untuk tidak perduli dengan apa yang akan dipikirkan orang terkait penampilanku, jadi secara gak langsung ya aku gak perlu mengeluarkan energi untuk hal yang gak penting, bukan begitu? 
    Nah, kalau teman-teman bagaimana? Seberapa sering beli pakaian? Apakah banyak pakaian yang menumpuk di lemari? Yuk, coba kita rapikan isi lemarinya, siapa tahu ada pakaian yang tidak terlalu kalian butuhkan tapi dibutuhkan oleh orang-orang diluar yang memang sangat membutuhkan. Mari berproses bersama!😁

Comments

Popular posts from this blog

Ketangkep Petugas Mumbai Suburban Railway (Kereta Api) di Mumbai

Ubud Surganya Bule eh Bali Maksudnya

Keseruan Rafting di Ubud Bersama Para Bule dan Menjadi Minoritas